Dikutip dari Newsweek, Rabu (12/7/2023), Joe Biden hadapi kritik pada pertemuan 10 Juli 2023, saat kunjungan diplomatik ke Eropa. Ia diklaim menyentuh Raja Inggris dengan cara yang informal adalah tanda tidak hormat.
Saat Joe Biden melangkah keluar dari iring-iringan kepresidenan di kastil, ia bertemu dengan Raja Charles dalam pertemuan pertama presiden dengan Raja Charles. Sebelumnya Joe Biden hadapi kritikan karena mengirim Ibu Negara Jill Biden ke penobatan Raja Charles untuk menggantikannya pada 6 Mei 2023.
Raja Charles menguluarkan tangannya kepada Presiden Joe Biden yang menerimanya, dan kemudian meletakkan tangannya di lengan raja. Saat Raja Charles kemudian mengarahkan Biden ke mimbar, di mana keduanya menerima penghormatan dari Angkatan Bersenjata Inggris, Biden meletakkan tangannya di punggung raja.
Kontak tersebut kembalikan momen serupa pada 2009, ketika Ibu Negara Michelle Obama menghadapi gelombang reaksi karena meletakkan tangannya di punggung Ratu Elizabeth II selama pertemuan di Istana Buckingham. Michelle Obama dikritik meski Ratu membalas isyarat itu.
Di antara mereka yang suarakan kritik terhadap Joe Biden yakni Direktur the Heritage Foundation’s Thatcher Center for Freedom, Nile Gardiner.
Kepada Newsweek, ia menuturkan, isyarat presiden kepada Charles memasukkan citra umum Biden tidak hormati aturan atau protokol kerajaan.
Selanjutnya, Pengamat Sebut Protokol Kerajaan Sering Kali Dibesar-besarkan
“Presiden Biden dan Raja Charles III sama-sama kepala negara. Mereka adalah teman sebaya dan dianggap setara,” ujar dia.
Pengamat Sebut Protokol Kerajaan Sering Kali Dibesar-besarkan
“Protokol adalah tentang arena yang setara, sehingga setiap orang merasa sama-sama dihormati. Pertemuan ini tampaknya saling menghormati. Tidak ada pelanggaran protokol karena Biden tidak berusaha merugikan Raja,” ujarnya.
Whitmore menambahkan, sapaan dari Biden adalah salah satu yang telah terlihat berulang kali. “Ini adalah sapaan Biden yang khas dan tidak boleh dianggap sebagai pelanggaran. Ketika pria berjabat tangan satu sama lain dalam pengaturan bisnis dan sosial, mereka sering kali meletakkan tangan kiri mereka di lengan bawah orang lain, dan terkadang di punggung. Ini merupakan perpanjangan dari jabat tangan dan tanda persahabatan,”
Komentator Kerajaan Richard Fitzwilliams juga memiliki pandangan serupa. Ia menjelaskan, topik “protokol kerajaan” yang diperdebatkan secara luas sering kali dibesar-besarkan.
Selanjutnya, Gestur yang Hangat dan Bersahabat
Gestur yang Hangat dan Bersahabat
“Akan ada orang yang menganggap ini sebagai pelanggaran protokol kerajaan, tetapi sumber istana telah menekankan bahwa itu hangat dan bersahabat, dan raja sangat nyaman dengan itu,” kata dia.
Fitzwilliams juga menyarankan titik penting dalam hubungan diplomatik Amerika Serikat-Inggris, kunjungan Presiden AS dengan Raja Charles akan digunakan sebagai kesempatan untuk fokus pada tujuan yang sama mengenai perubahan iklim.
“Tema utama pembicaraan mereka adalah perubahan iklim. Undang-Undang Pengurangan Inflasi Biden yang bertujuan mempromosikan energi bersih, telah menjadi dorongan luar biasa untuk masalah ini yang telah dikampanyekan raja selama setengah abad,”
Selain itu, dilaporkan ada perbedaan antara Inggris dan Amerika Serikat tentang siapa yang harus menjadi Sekretaris Jenderal NATO berikutnya dan perang Ukraina. “Tetapi jelas, setidaknya pada topik penting ini, kedua kepala negara memiliki banyak hal bersama,” ujar dia.
Selanjutnya, Kata Sumber Istana
Sumber itu juga menambahkan, Biden berjalan di depan Raja Charles selama pemeriksaan the Guard of Honour, sesuai dengan protokol meski diklaim sebaliknya.
Adapun berdasarkan situs kerajaan menyatakan, tidak ada kode perilaku wajib saat bertemu ratu sekarang raja atau anggota keluarga kerajaan, tetapi banyak orang ingin mengamati hal tradisional.
Ini termasuk beberapa panduan yang disarankan tentang cara menyapa dan menyapa anggota keluarga kerajaan baik perempuan dan pria. Selain berjabat tangan, tidak ada lagi yang disebutkan tentang kontak fisik.[liputan6]
Resesi jenis ini terjadi saat utang swasta maupun rumah tangga sangat tinggi, atau ketika perusahaan maupun rumah tangga fokus untuk menabung guna membayar utang ketimbang melakukan belanja atau investasi. Hal ini membuat perekonomian perlahan-lahan mengalami penurunan.
Hal ini terlihat dari belanja konsumen China yang mulai lesu. Laju inflasi China turun ke levelnol (year on year/yoy) pada Juni 2023. Ini menjadi alarm peringatan berlanjutnya perlemahan permintaan dan menambah kekhawatiran bahwa ancaman deflasi di depan mata.
Biro Statistik Nasional (NBS) China melaporkan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) tidak berubah pada Juni 2023 dari tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Sebagaimana diketahui, ekonomi China kini mulai melemah. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi, memang ekonomi China tumbuh 4,5% (yoy) pada tiga bulan pertama tahun ini.
Secara kuartal, ekonomi China tumbuh 2,2% pada Januari-Maret 2023, jauh lebih tinggi dibandingkan 0,6% pada kuartal sebelumnya. Namun, indikator ekonomi penting lainnya menunjukkan data yang mengecewakan.
Seperti PMI, ancaman deflasi, angka pengangguran, ekspor-impor, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, Kondisi Ekonomi Jepang Saat Mengalami Balance Sheet Recession
Sekarang, kepala ekonom Nomura Research Institute melihat risiko serupa muncul di China. Negara ini telah berjuang dengan tingkat utang yang sangat besar dan pertumbuhan ekonomi yang melambat setelah pandemi Covid-19.
Dalam episode ini, Koo membahas tanda-tanda yang dia lihat bahwa resesi neraca sudah berlangsung karena perusahaan China enggan meminjam lebih banyak uang untuk investasi masa depan. Dia juga menyarankan beberapa ide tentang apa yang harus dilakukan otoritas China tentang hal itu.
Kondisi Ekonomi Jepang Saat Mengalami Balance Sheet Recession
Sebelum mengalami krisis, sejak tahun 1960-an Jepang berhasil mencapai masa kejayaannya di mana pertumbuhan ekonomi sebesar 1-% per tahunnya dan mengubah basi perekonomiannya dari perekonomian agraris menjadi pengeskpor baja dan mobil terbesar di dunia hanya dalam 20 tahun.
Olimpiade Tokyo 1964 dianggap sebagai salah satu Olimpiade tersukses dalam sejarah dan Jepang menjadi negara pertama di dunia yang berhasil mendorong pertumbuhan perekonomiannya secara pesat memanfaatkan pelaksanaan Olimpiade, diantaranya pembangunan sistem kereta api berkecepatan tinggi Shinkansen yang dibangun menjelang Olimpiade Tokyo.
Kemudian pada 1964, jalur kereta api Shinkansen Tokaido yang melayani rute Tokyo dan New Osaka mulai beroperasi dan merupakan sistem kereta api berkecepatan tinggi pertama di dunia yang beroperasi secara komersial.
Selanjutnya, The Plaza Accord
Masa keemasan Jepang ini tak lepas dari kualitas sumber daya manusianya. Saat itu, masyarakatnya hampir 100% melek huruf dan memiliki tingkat pendidikan yang cukup sehingga menjadi penopang perekonomian negaranya.
Saat itu, Tokyo dianggap sebagai kota metropolis internasional paling dinamis di dunia. Memasuki tahun 80-an, perekonomian Jepang telah mencapai masa kejayaannya yang mempesona. Produk buatan Jepang dapat ditemui di seluruh dunia, perusahaan Jepang melakukan sejumlah investasi besar dan akuisisi global.
Jepang menggantikan Amerika Serikat sebagai kreditur terbesar di dunia. Bank Amerika, supermarket, dan bahkan studio Hollywood dan bangunan ikonik di New York – Gedung Rockefeller, telah dikuasai oleh Jepang. Futuris Herman Kahn meramalkan dalam buku berjudul “upcoming super power” bahwa Jepang akan menjadi ekonomi utama di dunia pada tahun 2000.
Tetapi, pada tahun 1990-an, gelembung di pasar saham dan pasar properti Jepang pecah, yang menyebabkan ekonomi Jepang jatuh ke dalam “lost two decades” (dua dekade yang hilang) dari puncak kemakmurannya.
The Plaza Accord
Kebijakan tersebut akhirnya membuat tingkat bunga nominal pasar AS naik sekitar 20% dan menyebabkan apresiasi dolar yang tajam. Dari akhir 1979 hingga akhir 1984, nilai dolar naik nyaris 60% terhadap mata uang negara-negara besar lainnya, bahkan melebihi nilai sebelum runtuhnya sistem Bretton Woods.
Kemudian pada September 1985, para menteri keuangan dan gubernur bank sentral Amerika Serikat, Jepang, Republik Federal Jerman, Prancis, Inggris mengadakan pertemuan di New York Plaza Hotel.
Pada akhirnya negara yang terlibat memutuskan untuk bersama-sama mengintervensi pasar valuta asing, yang ditujukan untuk mencegah keterpurukan AS lebih dalam dan untuk mengatasi defisit perdagangan AS yang sangat besar. Perjanjian ini dikenal sebagai “Plaza Accord”.
Setelah penandatanganan “Plaza Accord”, lima negara mulai menjual dolar di pasar valuta asing, yang mendorong penjualan dolar secara masif oleh investor lainnya.
Dolar terus terdepresiasi secara signifikan, sementara nilai tukar mata uang utama dunia terhadap dolar AS meningkat dalam berbagai tingkat, dengan apresiasi yen yang tertinggi, mencapai 86,1% dalam tiga tahun.
Selanjutnya, PMI Manufaktur China
Pada tahun 1990, proporsi pinjaman kepada industri produktif di Jepang turun menjadi 25%, sedangkan proporsi pinjaman non produksi meningkat sebesar 37%. Tahun 1989, otoritas perbankan terlambat menyadari adanya gelembung ekonomi yang mengancam dan melakukan kebijakan moneter ketat.
Akhirnya bom waktu meledak, dimulai pada Mei 1989, bank sentral Jepang (BOJ) menaikkan tingkat suku bunga tiga kali berturut-turut, hanya dalam setahun, suku bunga BOJ naik dari 2,5% menjadi 6% menjelang Perang Teluk.
Pada saat yang sama, dengan turunnya nilai tukar Yen, arus modal luar negeri mulai keluar. Pada tahun 1991, pasar properti Jepang mulai runtuh, gelembung besar dalam bidang properti mulai pecah, dimulai dari Tokyo lalu menyebar dengan cepat ke seluruh Jepang.
Tanah dan perumahan tidak bisa dijual, sebagian besar konstruksi diselesaikan tanpa ada orang yang tinggal dan harga properti runtuh seketika.
Dengan hancurnya harga properti, kebangkrutan bank kecil dan menengah, serta skandal perbankan, membuat orang Jepang kehilangan kepercayaan dengan pasar modal dan pasar properti. Setelahnya pasar properti Jepang tidak pernah bisa kembali ke masa kejayaannya.
Selanjutnya, Apakah Indonesia Bakal Mengalami Hal yang Sama?
Survei Bank Indonesia (BI) terkait Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan porsi konsumsi masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta naik menjadi 70,9% pada Juni 2023. Porsi tersebut adalah yang tertinggi sejak Oktober 2022.
Mereka yang memiliki pengeluaran di atas Rp 5 juta adalah kelompok dengan pengeluaran terbesar dalam survei BI. Mereka masuk kelompok menengah ke atas. Porsi belanja di atas 70,5% pada kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta sangat jarang terjadi.
Pada periode Januari 2019- Juni 2023 atau lebih 4,5 tahun terakhir, hanya hanya dua kali kelompok pengeluaran di atas Rp 5 juta mengalokasikan porsi belanja di atas 70,5% yakni pada Oktober 2022 dan Juni 2023.
Sebaliknya, porsi tabungan kelompok dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta terus berkurang. Dari seluruh pendapatan mereka, sebanyak 16,4% dialokasikan untuk tabungan pada Juni 2023. Alokasi tersebut adalah yang terendah sejak Oktober 2022.
Porsi cicilan mereka juga berkurang menjadi 12,6% pada Juni tahun ini, lebih rendah dibandingkan pada Mei 2023 yang tercatat 12,8%.
Selanjutnya, Orang RI Malah Doyan Belanja Untuk Kesenangan
Pada awal Pandemi Covid-19 pada 2020 hingga 2022, porsi tabungan masyarakat dengan pengeluaran di atas Rp 5 juta berkutat di angka 17-21%. Namun porsinya semakin turun hingga menyentuh 16,4% pada bulan lalu. Sebaliknya, porsi konsumsi yang semula hanya berkisar 65% pada awal pandemi kini mulai meningkat ke 70an%.
Mulai meningkatnya porsi konsumsi masyarakat menengah ke atas tentu menjadi kabar baik bagi ekonomi Indonesia. Dengan meningkatnya konsumsi maka sisi produksi diharapkan ikut naik sehingga pertumbuhan ekonomi makin tinggi.Besarnya porsi konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp 5 juta dalam survei BI sejalan dengan data Mandiri Spending Index.
Frekuensi belanja masyarakat tercatat 349 pada Juni 2023, tertinggi sejak awal pandemi. Sementara itu, nilai belanja masyarakat yang sempat anjlok pada Mei 2023 mulai naik kembali hingga mencapai 158,9 pada Juni.
Di sisi lain, libur sekolah dan dua kali libur panjang di Juni mendorong kenaikan belanja Juni.Tren kenaikan belanja di Juni terjadi di semua wilayah di mana mayoritas kelompok belanja mobility kembali meningkat.
“Peningkatan terutama untuk kelompok pemesanan tiket (travel, airlines), mengindikasikan meningkatnya aktivitas liburan sekolah dan perjalanan liburan long weekend di akhir Juni,” tutur Head of MandiriInstitute Teguh Yudo Wicaksono, dalam laporannya Mandiri Institute: Consumer Spending Trend & Oulook 2023 Per 2 Juli 2023.
Selanjutnya, Salah satu leisure yang meningkat pasca pandemi adalah pembelian tiket konser
Data Mandiri Spending Index juga mencatat belanja transportasi dan airlines ada di level tertinggi sejak pandemi. Data tersebut juga mengungkap proporsi belanja fashion juga naik drastis menjadi 9,3% pada Juni dari 8,6% pada Mei.
Belanja makan di restoran meningkat menjadi 24,3% pada Juni 2023 dari 23,4% pada Mei. Belanja di supermarket melonjak menjadi 17,3% pada Juni dari 16,6% pada Mei. Sebaliknya, proporsi belanja untuk keperluan rumah tangga turun menjadi 8,3%pada Juni dari 8,6% pada Mei.
Salah satu leisure yang meningkat pasca pandemi adalah pembelian tiket konser. Dalam dua bulan terakhir, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan war tiket untuk Coldplay, Taylor Swift, One OK Rock, dan The Cors serta artis lainnya.[CNBC INDONESIA RESEARCH]
Selain itu, dalam sejarahnya, ketiga wilayah tersebut memiliki hubungan erat dengan China. Oleh karena itu, istilah “China Raya” kerap digunakan untuk menyebut empat wilayah tersebut.
Lantas, Apa Perbedaan China, Taiwan, Hong Kong, dan Macau?
China atau memiliki nama lengkap Republik Rakyat China (RRC), dikenal sebagai negara di Asia Timur dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Negara terbesar ketiga di dunia ini beribu kota di Beijing. Baik Taiwan, Hong Kong, dan Makau, menyebut negara ini sebagai China Daratan (Mainland China).
Nama Republik Rakyat China digunakan sejak 1949, setelah berakhirnya perang saudara yang melibatkan Partai Komunis China dan Kuomintang. Kemudian pada 2014, namanya diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok atau Tiongkok. China merupakan negara kesatuan berbentuk republik sosialis dengan mata uang Yuan.
Taiwan
Taiwan menganut sistem ekonomi kapitalis dan mata uangnya adalah Taiwan Dollar. Secara de facto, Taiwan telah merdeka dan memiliki pemerintahan, bendera, dan mata uang sendiri.
Akan tetapi, Taiwan hanya diakui sebagai negara merdeka oleh 23 negara di dunia. Oleh karena itu, Taiwan bukan negara yang merdeka seutuhnya dan lebih tepat disebut sebagai negara dengan pengakuan terbatas.
Apabila menilik sejarahnya, perpecahan antara Taiwan dan China daratan (RRC) terjadi pada 1949. Pada akhir peristiwa perang saudara antara Partai Komunis China dan Kuomintang atau biasa disebut Revolusi Komunis China, kubu Kuomintang kalah dan melarikan diri dari China daratan menuju Pulau Formosa (Taiwan).
Kuomintang kemudian membentuk pemerintahan sendiri, tetapi hingga saat ini China tetap menganggap Taiwan sebagai bagian dari negaranya.
Selanjutnya, Hong Kong
Sejak saat itu, Hong Kong dan China menjadi satu negara dengan dua sistem. Hong Kong atau secara resmi bernama Daerah Administratif Khusus Hong Kong, memiliki pemerintahan, bendera, dan mata uang sendiri.
Bahasa yang digunakan juga berbeda dengan China dan Taiwan, karena mayoritas masyarakatnya adalah penutur bahasa Kantonis dan Inggris. Akan tetapi, Hong Kong tidak memiliki tentara sendiri, karena pertahanannya masih dikendalikan oleh China. Meski disebut sebagai negara semimerdeka, Hong Kong telah menjadi salah satu pusat perekonomian dunia.
Macau
Bedanya dengan Hong Kong adalah, Macau adalah koloni Portugis, bukan Inggris. Di samping itu, Portugis menyerahkannya kepada China pada 1999, dua tahun setelah penyerahan Hong Kong. Setelah proses penyerahan tersebut, Macau dan China juga menjadi satu negara dengan dua sistem.
Negara semimerdeka ini menganut sistem ekonomi kapitalis dan dikenal sebagai pusat judi terbesar di Asia, bahkan dijuluki The Sin City of Asia (Kota Dosa Asia). Jika dilihat dari ideologi dan peta politik Beijing, China tidak akan membiarkan Taiwan, Hong Kong, dan Macau menjadi sebuah negara berdaulat.[kompas]
Referensi: Mandryk, Jason. (2016). Berdoa bagi Dunia. Yogyakarta: Katalis Media.